Inspirasi dari Al-Azhab ayat 33


Pagi ini kulalui dengan dingin yang panjang. Speaker mengalunkan keindahan ayat demi ayat surat al-ahzab lewat suara merdu ahmad saud. Baris demi baris terlewati hingga sampai pada lantunan ayat yang kukenal. Ya, surat al-ahzab ayat 33. Ayat sakti yang mengukuhkan mentalku untuk istiqomah memilih karir sebagai ibu, meninggalkan seragam dan dunia luar yang kemarin lalu sempat membuat namaku tenar karenanya.

“Waqarna fii buyuutikunna walaa tabarrajna tabarrujal jaahilii-yatil aula wa-aqimnash-shalaata wa-atiinazzakaata wa-athi’nallaha warasuulahu innamaa yuriidullahu liyudzhiba ‘ankumurrijsa ahlal baiti wayuthahhirakum tathhiiran”

“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias, dan bertingkah-laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlulbait, dan membersihkan (dosa) kamu sebersih-bersihnya.” – (QS.33:33)

Berat memang memahami ayat tersebut dengan ilmu saya yang sangat dangkal. Apalagi ditengan terpaan isu emansisapi seperti sekarang ini. Yang dengan adanya kewajaran wanita untuk bisa eksis setara dengan laki-laki bahkan rela menanggalkan peran pentingnya sebagai seorang ratu di rumahnya. Melupakan kewajiban sebaigai ibu penyayang bahkan jika lusinan anaknya beringus membutuhkannya. Sampai ayat demi ayatpun bisa dipelintir untuk memuluskan jalan karirnya, untuk meninggalkan kewajiban utamanya menjadi induk bagi para buah hati dan penjaga rumahnya.

Dan saat saya sampai pada tahap dimana suami lebih ridho bila saya dirumah, sebenarnya itu berat sekali buat saya. Awalnya sempat saya lawan dengan menangis berhari-hari, tapi kemudian berbagai inspirasi mengalir. Tidak hanya membawa angin segar, tapi juga mengubah haluan pemikiran saya. Sampai akhirnya saya memutuskan bersyukur bahwa dengan begitu suami telah memilihkan tempat terbaik untuk saya. Apalagi ditambah dengan perkembangan anak yang semakin baik setelah tersentuh tangan saya. Darisana kesyukuranpun mengalir tiada berujung.

Kalau ditanya apakah menjadi wanita rumahan selalu stabil, tentu saja tidak. Usaha saya untuk tetap baik-baik saja mengharuskan yang jungkir balik dari majelis satu hingga majelis yang lain, hingga buku-buku tebal rela saya makan mentah-mentah demi mengusahakan mental yang kuat. Itu semua saya lakukan mengingat hidup di hari ini, saya sendiri dan kebanyakan masyarakat tidak mau kalau tercerahkan hanya dengan membaca satu ayat. Dan jika musim angin datang menggoyahkan mental saya, saya kembali jungkir balik mencari inspirasi. Melihat banyak kisah, membaca banyak buku dan lain-lain.

Walhasil sekarang saya menjadi setengah kuat (belum sepenuhnya kuat). Berbagai kekosongan saya isi dengan sebanyak-banyaknya hal yang menurut saya bermanfaat. Tampil cerdas di depan anak, tampil cantik didepan suami, membuat mereka jatuh cinta dengan hidangan meja dan tampilan rumah yang wangi dan senantiasa bersih adalah usaha kecil yang bisa saya lakukan.

Ajaibnya dibanding perasaan bosan, setelah merumah perasaan damai lebih sering mampir di hati saya. Sosok ibu yang banyak berdoa menjadi nyata dimata anak saya. Sosok ibu yang sabar memangku anaknya hingga berjam-jam saat mengajarinya berbagai ilmu itu juga nyata. Anak yang jarang sakit itu juga nyata. Dan harganya berkali lipat lebih membahagiakan melampaui gaji yang saya terima tiap bulan seperti sewaktu masih bekerja.

Saya menulis ini hanya sebagai inspirasi saja. Tidak lantas mengecap wanita bekerja menjadi buruk. Karena ditempat berbeda, pasti keadaan dan daya terima orang akan berbeda pula. Yang pasti menjadi baik disetiap tahap yang Allah gariskan kepada kita itu adalah usaha paling baik untuk mensyukuri nikmat hidup yang kita terima.

MALAIKAT


Pagi ini malaikat turun di kamarku

Memanggul senyum yang nantinya menusuk sakit ulu hatiku

Mengabarkan siksa yang mengerat perih kulit mulusku

Oh malaikat

Bisakah tangan baikmu mengendurkan sakit ini barang sebentar

Bisakah tak lagi kau kabarkan duka di pagi ini

Lihatlah aku, lihatlah baik baik

Bahwa tanpa siksamupun aku sudah sekarat

Oh malaikat yang baik

Tataplah aku yang lumpuh bersimpuh

Tataplah aku yang sedih merintih

Memohon agar kau mengajariku sebuah wahyu

Agar lakuku sakti saat membalas senyummu

Oh malaikat yang agung

Tolonglah aku

Gapai tanganku barang sebentar agar aku tak mati tenggelam

Sembuhkan tubuhku yang bernanah berdarah

Jangan lagi kau siksa aku

Jangan lagi kau hinakan aku yang sudah mampus terhina ini

Kau pemegang panjang nyawa senyumku

Dan kini dengan kebaikanmu kumohon buang saja aku

Karena aku tak siap wafat terinjak tangan kakimu